Gamelan monggang
Gamelan monggang adalah jenis gamelan Jawa yang hanya menggunakan tiga nada pokok. Gamelan ini termasuk jenis gamelan kuno dan masih dilestarikan oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Surakarta Hadiningrat sebagai alat untuk penghormatan kepada raja dan tamu agung.[1]
Dalam cerita rakyat Jawa, gamelan ini bersama dengan gamelan kodhok ngorek dan gamelan carabalen, diyakini diciptakan oleh Prabu Suryawisesa, Raja Janggala sebagai gamelan penghormatan.[2] Namun versi beberapa abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan publikasi lain, mengatakan bahwa gamelan tersebut diduga berasal dari zaman kejayaan Majapahit.[3] Gamelan ini hanya dapat memperdengarkan Gendhing Monggang, sebuah gendhing yang hanya menggunakan tiga nada pokok, sehingga sering juga disebut gendhing patigan.[4]
Menurut K.R.T. Warsadiningrat, gamelan monggang awalnya merupakan satu kesatuan utuh yang dibunyikan sebagai gamelan penghormatan pada zaman Kesultanan Mataram. Akibat dari Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tahun 1755, separuh dari gamelan monggang dibawa ke Keraton Ngayogyakarta yang saat itu sedang dibangun, sedangkan sisanya dibawa ke Keraton Surakarta.[5] Gamelan yang disimpan di Keraton Surakarta diberi nama Kanjeng Kyai Udan Arum, sedangkan gamelan yang disimpan di Keraton Ngayogyakarta diberi nama Kanjeng Kyai Guntur Laut.[6] Kedua perangkat gamelan tersebut memiliki ricikan (instrumen) yang berupa gong ageng, penonthong, kenong, rojeh, bonang monggang, dan kendang.[7]
Referensi
- ^ Feinstein, A.H.; Becker, J. Karawitan: Source Readings in Javanese Gamelan and Vocal Music, Volume 3. University of Michigan Press. hlm. 14. Parameter
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) - ^ Serat Sastramiruda. Diterjemahkan oleh Kamajaya; Hadisutjipto, S.Z. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Balai Pustaka. 1982. hlm. 35. Parameter
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) - ^ Soedarsono; Soekiman, D.; Astuti, R. (1984). Gamelan, Drama Tari, dan Komedi Jawa. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi). Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 10. Parameter
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) - ^ Supanggah, Rahayu (2002). Bothekan Karawitan. 1. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. hlm. 40. Parameter
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) - ^ Warsadiningrat (1987). Serat Wédha Pradangga. hlm. 53. Parameter
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) - ^ Purwadi (2007). History of Java: Local Wisdom Description Since Ancient Mataram to Contemporary Era. Tanah Air. hlm. 339. ISBN 9789792906059. Parameter
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) - ^ Gamelan pakurmatan Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Taman Budaya Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1993. hlm. 5. Parameter
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
- l
- b
- s
ansambel
- Angklung
- Bebonangan
- Baleganjur
- Degung
- Gadhon
- Gambang
- Gender wayang
- Gong gede
- Gong kebyar
- Jegog
- Joged bumbung
- Keraton
- Surakarta
- Yogyakarta
- Kodhok ngorek
- Monggang
- Slendro
- Sekaten
- Selonding
- Semar pagulingan
- Siteran
- Evan Ziporyn
- Gamelan Sekar Jaya
- Gamelan Son of Lion
- I Nyoman Windha
- K. P. H. Notoprojo
- Daftar ansambel gamelan di Amerika Serikat
- Sumarsam
- Michael Tenzer
- K.R.T. Wiroguno
Kolotomi dan penanda khusus |
|
---|---|
Instrumen balungan atau melodi | |
Instrumen panerusan | |
Tak bernada | |
Vokal dan tepuk tangan |
- Bubaran
- Gangsaran
- Ketawang
- Ladrang
- Lancaran
- Gangsaran Roning Tawang
- Gendhing gati
- Gendhing penghormatan Yogyakarta
- Prabu Mataram
- Raja Manggala
- Puspawarna
- Udan Mas